Kisah Inspirasi - Andrew Carnegie, Imigran yang Sukses Meraih "the American Dream"



Andrew Carnegie dilahirkan di Dunfermline, Skotlandia, pada tanggal 25 November 1835. Ia lahir dari pasangan William dan Margaret Carnegie, yang bedasal dari sebuah keluarga miskin yang tinggal di rumah seadanya.


Ayah Andrew, William Carnegie, menamainya sama dengan nama sang kakek, yaitu Andrew Carnegie. Ternyata, bukan hanya nama saja yang sama, namun Andrew juga mewarisi sikap sang kakek yang optimis dan penuh semangat.

Di Skotlandia, karena keadaan tidak menjadi lebih baik hari demi hari, William Carnegie dan keluarga pun akhirnya melakukan imigrasi ke Amerika Serikat pada tahun 1848. Mereka ingin mengejar “the American Dream”, seperti yang banyak orang lakukan.

Namun, keinginan mereka untuk pindah ke Amerika bukannya tanpa kesulitan; karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk pergi ke sana. Akhirnya, keluarga Carnegie memutuskan untuk meminjam uang agar bisa mendapatkan hidup yang lebih baik.

Sesampainya di Amerika, keluarga Carnegie mencari pekerjaan agar bisa terus hidup. Di usia 13 tahun, Andrew bekerja di sebuah pabrik kapas, dan dibayar $1.25 per minggunya. Ayahnya juga bekerja di pabrik kapas, tapi kemudian berganti pekerjaan dengan merajut linen.

Pada tahun 1853, Andrew bekerja untuk Thomas A. Scott di Pennsylvania Railroad Company sebagai sekretaris/operator telegraf. Pertemuannya dengan Scott ternyata membawa kemajuan, setelah pada tahun 1855 ia dibantu untuk menginvestasikan $500 di sebuah firma yang sukses bernama Adams Express.

Dari investasinya itu, hasilnya ia gunakan kembali untuk membeli sebagian dari Pullman Company, dan kemudian ia meneruskannya dengan investasi di bidang yang berkaitan dengan rel kereta, seperti besi dan baja. Dari sanalah ia kemudian mendapatkan modal yang cukup untuk sukses melanjutkan usahanya.

Andrew Carnegie memang selalu mendorong pekerja pabriknya untuk bekerja keras siang dan malam, namun ia tidak lupa untuk membantu meringankan beban masyarakat. Ketika ia meninggal di tahun 1919, ia telah menyumbangkan uang dengan total US $350,695,653 untuk kepentingan umum.

Ini semua dilakukannya karena ia percaya bahwa orang-orang kaya haruslah ikut serta dalam mensejahterakan masyarakat, dan ia percaya bahwa orang kaya tak pantas meninggal dalam keadaan kaya, apa lagi dengan turut serta mengubur harta bendanya.

Lantas, sikap apakah yang bisa membuatnya menjadi seorang entrepreneur sukses dan berpengaruh di seluruh dunia?

Di sebuah situs milik Evan Carmichael, seorang entrepreneur dan pembicara internasional, ada 5 pelajaran tak ternilai yang bisa kita ambil dari Andrew Carnegie.
Lima pelajaran tersebut adalah:

Pelajaran #1: Melebihi Harapan

Andrew Carnegie tidak suka melaksanakan pekerjaan sesuai yang diminta. Ia mengatakan bahwa ia selalu berusaha untuk melebihi harapan dirinya sendiri atau orang lain.

Lebih lanjut, Carnegie juga mengatakan …

    “Jangan berpikir bahwa seseorang telah benar-benar melakukan tugasnya ketika ia sudah melaksanakan pekerjaan yang diminta,”

Prinsip seperti ini diterapkan oleh Andrew Carnegie, baik ketika ia masih bekerja pada orang lain maupun ketika ia sudah memimpin perusahaannya sendiri. Dengan mempraktikkan prinsip seperti ini, Andrew Carnegie percaya bahwa orang sudah membuka satu kunci kesuksesan.

Andrew Carnegie berkata,“Saya sudah bisa mendapatkan jutaan dolar, tapi rasa bahagianya tak bisa mengalahkan ketika saya mendapatkan bayaran mingguan pertama saya.”


Pelajaran #2: Investasi pada Diri Sendiri


Andrew Carnegie meyakini bahwa kekayaan materi atau fisik berasal dari pikiran. Oleh karena itu, ia selalu menjaga diri untuk terus bersikap positif, apapun keadaan di sekitarnya.

Salah satu kutipannya yang terkenal berbunyi…

    “Ada sedikit kesuksesan di mana hanya ada sedikit tawa,”


Carnegie tahu bahwa sikap senang dan positif bisa membantunya meraih keberhasilan. Pikiran yang senang dan positif bisa berdampak pada kondisi fisik, sehingga berinvestasi pada diri sendiri, tepatnya pada pikiran, akan dapat membantu siapapun untuk bekerja dengan lebih baik.

Itulah sebabnya mengapa Carnegie tidak suka minum alkohol, karena alkohol dapat merusak pikiran dan konsentrasinya. Bahkan, bukan hanya anti alkohol, Carnegie juga adalah seseorang yang anti rokok. Ia tidak mempersoalkan masalah moral, namun ia percaya bahwa rapuhnya kondisi fisik akibat alkohol dan rokok dapat bedampak buruk pada kualitas kerjanya.

Jadi, Andrew Carnegie selalu menginvestasikan pada dirinya sendiri, yaitu pada kesehatannya, baik fisik maupun mental.

Selain itu, Andrew Carnegie juga suka membaca buku sejak ia masih muda. Saat ia bekerja, ia menyempatkan diri untuk membaca buku yang diperolehnya secara gratis dari perpustakaan Colonel Anderson.

    “Kerja keras di siang hari dan bahkan pelayanan yang panjang di malam hari selalu diterangi dengan buku yang saya bawa dan saya baca di sela-sela tugas.”


Pelajaran #3: Fokus

Fokus sangatlah penting untuk diterapkan,  “Fokus Kunci Anda Menuju Sukses”.

Prinsip ini jugalah yang membuat Andrew Carnegie berhasil. Apa yang membuat Andrew Carnegie sukses adalah karena ia senantiasa fokus pada satu perusahaannya saja. Kalau menurut Robert Kiyosaki, pengarang Rich Dad Poor Dad, Focus berarti Follow One Course Until Successful. Inilah tepatnya apa yang dilakukan oleh Andrew Carnegie.

    “Orang yang sudah sukses adalah orang yang telah memilih satu jalan, dan terus fokus pada jalan itu”


Carnegie mengatakan bahwa ia tidak menyetujui ungkapan “Don’t put all your eggs in one basket.” (jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang).
Ia mengatakan bahwa,

    “Taruhlah telur dalam satu keranjang, dan awasi keranjang itu.
Lihatlah di sekeliling Anda dan perhatikanlah bahwa orang yang melakukan hal tersebut jarang menemui kegagalan. Mengawasi dan membawa satu keranjang itu mudah. Mencoba membawa terlalu banyak keranjanglah yang memecahkan kebanyakan telur di negara ini. Orang yang membawa tiga keranjang harus meletakannya satu di atas kepala, di mana ia bisa lebih mudah terjatuh.”


Andrew Carnegie juga mengatakan bahwa kebanyakan pengusaha yang ia ketahui berinvestasi di perusahaan lain yang jauh, padahal tambang emas yang sesungguhnya berada di perusahaan mereka sendiri.

Pelajaran #4: Buat Sasaran yang Tinggi


Andrew Carnegie adalah pelopor perusahaan dengan omzet milyaran dollar AS. Pada saat ia meninggal, ia adalah orang terkaya setelah John D. Rockefeller.

Ia bisa mencapai itu semua karena ia selalu membuat sasaran tinggi. Ia adalah orang yang tidak takut untuk bermimpi besar.

Mengenai sasaran, Carnegie mengingatkan…

    “Jangan buat kekayaan sebagai sasaran pertama, tapi buatlah kemanfaatan sebagai sasaran pertama.”


Carnegie tahu bahwa jika ia mengutamakan kemanfaatan, maka kekayaan akan mengikuti dengan sendirinya. Ia menetapkan sasaran untuk bisa memberi manfaat pada masyarakat dengan bisnisnya, baru kemudian kekayaan datang padanya.

Ketika masih bekerja sebagai buruh pabrik pun Carnegie selalu memiliki harapan dan sasaran yang tinggi. Ia mengatakan…

    “Harapan saya saat itu tinggi, dan setiap harinya saya selalu menunggu datangnya perubahan”

Dalam autobiografinya, Andrew Carnegie mengungkapkan bahwa pada tahun 1850 lah ia mendapatkan “awal pertama untuk memulai hidup”. Sebelumnya ia hanya bekerja di tempat yang gelap dengan upah dua dolar seminggu, di mana tempatnya penuh dengan kotoran batu bara. Namun pada tahun 1850, ia merasa bahwa ia “terangkat ke surga”, karena ia sudah naik pangkat. Saat itu, ia tidak lagi bekerja di tempat yang kotor, namun ia mulai berurusan dengan surat kabar, pena, pensil, dan juga sinar matahari.

Perubahan demi perubahan seperti itu terus ia alami, dan ia berhasil melaluinya dengan baik karena ia selalu percaya bahwa..

    “Saya merasa bahwa kaki saya berada di atas anak tangga, dan saya harus terus menaikinya”


Selain itu, perkataan Carnegie yang berbunyi:

    “Tujuan besar tiap anak muda seharusnya adalah melakukan sesuatu melebihi kewajibannya – sesuatu yang menarik perhatian orang-orang yang berada di atasnya.”

Menunjukkan bahwa Ia memiliki sasaran yang tinggi, dan ini dilakukannya dengan bergaul bersama orang-orang yang kedudukannya lebih tinggi daripada dirinya.

Memiliki sasaran yang tinggi sama halnya dengan berpikir besar. Namun, jangan pula berpikir yang tidak realistis. Semuanya perlu disertai dengan berpikir realistis. Tidak semuanya akan menjadi apa yang seperti kita harapkan. Jadi, berpikir besar, berpikir positif, dan juga jangan lupa untuk berpikir realistis.

Mengenai berpikir besar, Anda bisa merenungkan kembali kata Benjamin Disraeli: “Hidup terlalu singkat jika hanya digunakan berpikir kecil dan berbuat yang kecil-kecil.”; dan baca juga buku dari David J. Schwartz yang berjudul The Magic of Thinking Big.

Pelajaran #5: Berikan Kembali 


    “Saya tak bisa membayangkan, apa yang bisa saya lakukan dengan uang sebanyak ini."



Pelajaran inilah yang mungkin paling banyak didapat orang dari Andrew Carnegie.

Di tahun 1889, Carnegie membuat sebuah artikel berjudul “Gospel of Wealth”, di mana ia menyatakan bahwa semua orang kaya wajib menggunakan kekayaan mereka untuk kesejahteraan masyarakat.

    “Tak ada orang yang bisa memperkaya diri tanpa memperkaya orang lain,”


    “Orang yang mati dalam keadaan kaya adalah aib.”


Antara tahun 1901-1915, Andrew Carnegie membagi-bagikan kekayaannya yang ia dapat dari hasil kerja kerasnya. Selain membuat perpustakaan umum di Amerika, ia juga membuat perpustakaan di negara lain seperti U.K., Kanada, Australia, New Zealand, dan Fiji. Tentu saja ia juga tidak lupa dengan negara Asalnya, Skotlandia, dengan memberi sumbangan dana pada anak-anak muda yang kesulitan biaya masuk universitas.

Sumbangan Carnegie itu terus saja mengalir, sampai akhir hayatnya.

Salah satu lembaga pendidikan gagasannya, Carnegie Institute of Technology, yang dahulunya ia dirikan dengan sumbangan sebesar $2 milyar dolar AS, kini telah menjadi bagian dari Carnegie Mellon University, yang juga merupakan tempat mengajar terakhir Randy Pausch, seorang professor Carnegie Mellon yang kemudian kisah inspiratifnya dibukukan dalam The Last Lecture.

Apa yang dilakukan Carnegie ini bukanlah tanpa alasan. Ia menyadari bahwa ia harus berbagi dengan sesama, dan ini juga sekaligus sebagai perwujudan rasa terima kasihnya pada masyarakat, karena tanpa masyarakat, ia tidak akan bisa sukses.

Meski apa yang dilakukan oleh Andrew Carnegie adalah ungkapan rasa terimakasih, memberi sebenarnya tidak perlu menunggu. Ada banyak orang yang mengatakan bahwa “Kalau saya sudah kaya, maka saya akan membangun tempat ibadah”, atau “Kalau saya sudah kaya, saya pasti akan membantu anak yatim”. Padahal, memberi bisa dimulai dari yang terkecil, dilakukan sedikit demi sedikit, dan akhirnya terus bertambah besar seiring berjalannya waktu.

Ini bisa terjadi, karena Allah pasti memberi reward atas apa yang telah kita berikan. Jika tiap memberi kita mendapat reward, dan reward itu kita berikan lagi, mendapat reward lagi, lalu kita berikan lagi, dan seterusnya, maka hal yang sedikit yang telah kita berikan lama kelamaan bisa menjadi besar.

Carnegie pun begitu. Ketika belum menjadi orang kaya, ia memberikan layanan terbaik ketika ia masih menjadi pegawai. Karena dedikasi dan pemberiannya pada perusahaan, maka ia pun mendapat kenaikan upah, dan seterusnya sehingga ia bisa mendapat kesempatan bekerja sama dengan Thomas Scott, sampai akhirnya bisa memberikan hampir seluruh kekayaannya sebelum ia meninggal.

Sumbangan Andrew Carnegie yang begitu besar ini akhirnya membuat masyarakat Skotlandia mengabadikan sosoknya kedalam sebuah patung di tempat kelahirannya. Tidak hanya itu, di Amerika Serikat sendiri ada banyak hal yang mengandung nama Carnegie, mulai dari nama balai (Carnegie Hall di AS) sampai nama kaktus (Carnegiea). Wow.

Sumber artikel : www.ngguh-nhie.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar